Spread the love

Pengembang Berulah, 260 Konsumen Perumahan di Kota Bekasi Jadi Korban

MediaSengketa.com – Kota Bekasi | Pemerintah Kota Bekasi menyegel unit perumahan milik perusahaan PT Hadez Graha Utama di Jatiasih, Kota Bekasi, Jawa Barat. Pengembang tersebut membangun rumah di lahan milik orang lain dan tak mengantongi izin mendirikan bangunan. Sejauh ini, ada 260 warga yang telah membeli rumah yang dipasarkan pengembang tersebut.

Camat Jatiasih Ashari mengatakan, perumahan yang disegel itu merupakan perumahan Jatiasih Central City. Pemerintah menyegel perumahan itu lantaran pengembang belum mengantongi izin yang disyaratkan, salah satunya izin mendirikan bangunan (IMB).

”Masalahnya, mereka juga sudah menjual unit-unit yang ada. Jadi, unit yang ada sudah terjual oleh masyarakat banyak, di sisi yang lain, mereka tidak bisa menyelesaikan masalah perizinan,” kata Ashari, saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (4/4/2023) sore.

Menurut Ashari, PT Hadez Graha Utama pernah mengajukan izin ke Pemerintah Kota Bekasi pada 2019 untuk pengembangan perumahan di lahan seluas sekitar 2 hektar yang ada di Jalan Raya Cikunir, Kelurahan Jatiasih, Kecamatan Jatiasih. Namun, pengajuan izin itu tidak diproses pemerintah daerah karena lahan tersebut milik pihak lain.

”Tetapi, itu tadi, kenakalan pengembang. Mereka tidak memiliki izin, tetapi menjual unit dengan harga yang lebih miring dari harga seharusnya dan membuat banyak masyarakat tertarik,” kata Ashari.

Pemerintah Kota Bekasi menyegel unit perumahan milik PT Hadez Graha Utama di Jatiasih, Kota Bekasi, Jawa Barat, karena berdiri di lahan milik orang lain dan tak mengantongi izin mendirikan bangunan.
DOKUMENTASI HUMAS PEMKOT BEKASI
Pemerintah Kota Bekasi menyegel unit perumahan milik PT Hadez Graha Utama di Jatiasih, Kota Bekasi, Jawa Barat, karena berdiri di lahan milik orang lain dan tak mengantongi izin mendirikan bangunan.

Sistem penjualan oleh pengembang itu juga dilakukan secara daring dan terbuka sehingga berdampak luas. Masyarakat pun kian banyak terpapar informasi pemasaran dari pengembang tersebut. Pengembang itu bahkan pada Februari 2023 masih menjual unit perumahan di lokasi yang baru saja disegel pemerintah daerah.

Dari data Pemerintah Kota Bekasi, total ada 260 warga yang sudah membeli rumah yang dipasarkan pengembang itu. Di satu sisi, unit rumah tapak yang telah terbangun sejauh ini baru tiga unit.

”Tadi yang saya lihat, ada tiga rumah contoh. Ada juga beberapa rumah yang sudah dibangun strukturnya, tetapi belum sampai finishing,” kata Ashari.

Ashari mengimbau kepada masyarakat untuk tidak tergiur dengan pemasaran perumahan yang ditawarkan pengembang tersebut. Sebab, pengembang itu belum mengantongi izin apa pun dari pemerintah daerah.

Pemerintah Kota Bekasi akan mencari solusi atas kerugian dari 260 warga (konsumen). Pengusaha juga kami tekankan untuk memiliki dan mengurus perizinan yang valid.

Sekretaris Dinas Tata Ruang Kota Bekasi Edison Effendi mengatakan, penyegelan perumahan yang dibangun PT Hadez Graha Utama tak bermaksud untuk mematikan atau menghentikan kegiatan usaha seseorang atau perusahaan tertentu. Langkah penyegelan itu wujud kehadiran pemerintah dalam melindungi warga dari potensi kerugian akibat ulah pengembang nakal.

”Pemerintah Kota Bekasi akan mencari solusi atas kerugian dari 260 warga (konsumen). Pengusaha juga kami tekankan untuk memiliki dan mengurus perizinan yang valid,” kata Edison, melalui siaran pers.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/ULgk-tf1XLNtPRLn1pHKsqqHXyA=/1024×2415/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2021%2F10%2F05%2F20211005-NSW-Perumahan-Grafik1-mumed_1633442418_png.png
Jejak pengembang

Dari data yang dihimpun Kompas, PT Hadez Graha Utama pernah digugat perdata oleh salah satu konsumennya ke Pengadilan Tinggi Bandung. Dari putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 542/PDT/2022/BDG, pada 10 Oktober 2022, pengadilan memutuskan PT Hadez Graha Utama wanprestasi.

Dalam putusan itu pula, hakim menghukum PT Hadez Graha Utama untuk membayar biaya ke salah satu penggugat berupa booking fee sebesar Rp 2 juta, biaya DP ke 1 sebesar Rp 25 juta dan pembayaran pelunasan dengan DP 30 persen sebesar Rp 310 juta. Artinya, jika ditotal, biaya yang harus dibayar PT Hadez Graha Utama untuk satu konsumen itu saja di atas Rp 330 juta.

Baca juga: Rawan Masalah Hunian di Bawah Rp 1 Miliar

Selain gugatan hukum, perumahan yang dibangun pengembang PT Hadez Graha Utama di Jalan Raya Cikunir juga pernah disegel Pemerintah Kota Bekasi. Penyegelan yang dilakukan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bekasi itu berlangsung dua kali, yakni pada 4 Februari 2019 dan 9 Februari 2019. Penyegelan dilakukan dua kali lantaran satu jam setelah penyegelan pertama, segel dibuka paksa pengembang dan alat berat tetap beraktivitas.

PT Hadez Graha Utama, hingga Selasa (4/4/2023) pukul 19.00, belum berhasil dikonfirmasi. Upaya menghubungi pinak PT Hadez Graha Utama melalui nomor kontak kantor yang tertera di akun media sosial perusahaan itu pun tidak merespons.

Kasus berulang

Kasus penjualan unit rumah tapak atau rumah susun oleh pengembang tanpa izin, wanprestasi, hingga penipuan merupakan kasus berulang. Konsumen yang memburu rumah dengan harga di bawah Rp 1 miliar sering jadi sasaran empuk pengembang nakal. Strategi pemasaran yang manipulatif berupa promosi masif, diskon berlipat ganda, dan harga terjangkau kerap membuat konsumen tertipu.

Berdasarkan data Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), aduan konsumen terkait masalah perumahan termasuk salah satu aduan tertinggi. Dalam kurun waktu lima tahun atau dari 2017 sampai 6 Januari 2023, aduan perumahan mencapai 3.034 kasus. Aduan konsumen terkait masalah perumahan hanya setingkat di bawah aduan konsumen di bidang jasa keuangan yang mencapai 3.081 kasus.

Dari data Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), komoditas pengaduan perumahan selama lima tahun terakhir dengan persentase cukup tinggi terjadi pada 2018 dan 2021, yakni sebesar 14 persen dan 11,40 persen. Catatan YLKI pada 2021, aduan konsumen perumahan didominasi aduan pembangunan perumahan mangkrak, yakni mencapai 37 persen.

Ketua Advokasi BPKN Rolas Budiman Sitinjak mengatakan, konsumen yang rentan tertipu merupakan konsumen yang membeli hunian tapak atau hunian susun yang belum terbangun atau pre-project selling. Manipulasi pengembang melalui promosi yang masif, diskon berlipat ganda, hingga harga murah kerap membuat konsumen teperdaya. Akibatnya, konsumen sering lupa dan tak jeli mengecek status kepemilikan lahan, perizinan, dan rekam jejak pengembang.

”Konsumen yang tertipu itu yang membeli rumah dengan harga Rp 200 juta sampai Rp 1 miliar. Sasaran mereka (pengembang) itu kelas menengah ke bawah,” kata Rolas, Senin (16/1/2023), di Jakarta.

Pengurus Harian YLKI, Sudaryatmo, mengatakan, pembelian rumah yang belum terbangun atau pre-project selling sudah pasti berisiko bagi konsumen. Strategi pemasaran mulai dari me- launching proyek, menampilkan maket, menawarkan diskon hingga 30 persen dari daftar harga, menyediakan pembayaran cash atau skema kredit kepemilikan rumah merupakan modus lama yang sering digunakan pengembang.

”Ini modus lama, tetapi sering membuat konsumen tidak berpikir panjang. Developer dapat dana segar, besar, tetapi konsumen dirugikan karena siapa yang bisa menjamin proyek ini dibangun atau serah terima tepat waktu sesuai perjanjian,” kata Sudaryatmo (Dikutip dari Kompas).