Spread the love

MediaSengketa.Com – Jakarta | Sertifikat tanah menjadi tanda bukti kepemilikan dan hak seseorang atas lahan tersebut. Meskipun sudah sah menjadi hak milik, namun ternyata sertifikat tanah bisa saja digugat atau dibatalkan.

Alasan-alasan yang biasanya terjadi bila sertifikat tanah digugat yaitu karena alasan administrasi dan ada pihak lain yang bisa membuktikan bahwa aset tersebut miliknya yang dibuktikan dengan tanda bukti sertifikat tanah yang dimilikinya secara sah dan adanya putusan pengadilan yang inkracht.

Lantas jika terjadi hal demikian, apa yang harus dilakukan? Dalam artikel ini akan dibahas syarat dan caranya jika sertifikat tanah digugat atau dibatalkan.

Sebagaimana telah disinggung di atas, bahwasannya pembatalan hak atas tanah atau sertifikat hak atas tanah, bisa dibatalkan atau digugat karena adanya masalah administrasi yang cacat atau adanya pihak lain yang membawa bukti bahwa tanah tersebut adalah miliknya. Bukti yang dimaksud adalah sertifikat yang sudah diterbitkan terlebih dahulu serta adanya putusan dari pengadilan yang inkracht.

Hal tersebut masuk pada Pasal 1 angka 14, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 104 ayat (1) Permen Agraria/BPN 9/1999, yang menjadi objek pembatalan hak atas tanah meliputi:

surat keputusan pemberian hak atas tanah.
sertifikat hak atas tanah.
surat keputusan pemberian hak atas tanah dalam rangka pengaturan penguasaan tanah.
Pembatalan sertifikat tanah tidak ada perbedaannya antara pembatalan hak atas tanah atau sertifikat hak atas tanah. Karena jika sertifikat hak atas tanah dibatalkan, maka batal pula hak atas tanah tersebut.

Syarat Menggugat Sertifikat Tanah
Adapun persyaratan untuk menggugat atau membatalkan sertifikat tanah, maka harus merujuk Pasal 106 ayat (1) jo. Pasal 107 Permen Agraria/BPN 9/1999 permohonan pembatalan dapat dilakukan jika diduga terdapat cacat hukum administratif dalam penerbitan sertifikat.

Salah satu contohnya salah menuliskan perhitungan luas tanah. Berikut yang dimaksud dengan cacat hukum administratif sebagaimana yang tertuang dalam pasal 106 (1) adalah sebagai berikut:

Kesalahan prosedur;
Kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan;
Kesalahan subjek hak;
Kesalahan objek hak;
Kesalahan jenis hak;
Kesalahan perhitungan luas;
Terdapat tumpang tindih hak atas tanah;
Data yuridis atau data data fisik tidak benar; atau
Kesalahan lainnya yang bersifat administratif
Itulah syarat-syarat yang dapat membatalkan sertifikat hak atas tanah yang dimiliki, ditinjau dari masalah administrasi.

Cara Menggugat Sertifikat Tanah
Sebagai informasi bahwasannya, Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk melakukan pembatalan atas sertifikat hak milik, namun amar putusannya hanya berwenang menyatakan sertifikat tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum.

Maka, pembatalan sertifikat adalah tindakan administratif yang merupakan kewenangan instansi yang menerbitkan atau pengadilan tata usaha negara. Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung dalam menyelesaikan suatu perkara yang sama, berikut bunyi putusannya:

Putusan Mahkamah Agung RI No. 383K/Sip/1971 tanggal 3 November 1971, menyatakan batal terhadap surat bukti hak milik yang dikeluarkan oleh instansi agraria secara sah, dan tidak termasuk wewenang pengadilan negeri melainkan semata-mata wewenang administrasi. Pembatalan surat bukti hak milik harus dimintakan oleh pihak yang dimenangkan pengadilan kepada instansi agraria berdasarkan putusan pengadilan yang diperolehnya.

Diatur pula dalam SEMA No. Perdata Umum/2/SEMA 10 2020, Hakim perdata tidak berwenang membatalkan sertifikat, namun hanya berwenang menyatakan sertifikat tidak mempunyai kekuatan hukum, dengan dasar tidak mempunyai dasar hak yang sah. Pembatalan sertifikat adalah tindakan administratif yang merupakan kewenangan peradilan tata usaha negara.

Secara singkat, pembatalan sertifikat hak milik dapat dilakukan dengan dua jalur yakni meminta pembatalan Kepada Menteri ATR/BPN melalui Kantor Pertanahan dengan alasan adanya kesalahan hukum dalam proses penerbitannya atau melalui mekanisme gugatan ke PTUN.

Berikut cara menggugat atau membatalkan sertifikat tanah, melalui Kantor Pertanahan dan PTUN.

1. Meminta Pembatalan Kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional melalui Kantor Pertanahan
Alasan pembatalan sertifikat hak atas tanah adalah karena adanya cacat hukum administratif, seperti kesalahan perhitungan dan luas tanah, atau adanya tumpang tindih hak atas tanah, kesalahan prosedural, atau perbuatan lain, seperti pemalsuan surat.

Hal ini dimohonkan secara tertulis kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional melalui Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan. Kamu dapat melampirkan beberapa dokumen untuk menggugat sertifikat tanah tersebut, isinya berupa:

Fotokopi surat bukti identitas dan surat bukti kewarganegaraan (bagi perorangan) atau fotokopi akta pendirian (bagi badan hukum);
Fotokopi surat keputusan dan/atau sertifikat;
Dokumen lain yang berkaitan dengan permohonan pembatalan tersebut.
2. Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)
Merujuk pada Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU 30/2014) Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Jadi, sertifikat hak atas tanah merupakan salah satu bentuk KTUN. sehingga perlu diperhatikan adalah batas waktu untuk menggugat ke PTUN, batas waktu tersebut terhitung yaitu 90 hari sejak diterimanya atau diumumkannya keputusan badan atau pejabat tata usaha negara sebagaimana diatur Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Namun, jika masa waktu 90 hari tersebut terlewat maka jalur yang ditempuh harus melalui Pengadilan Negeri. Itulah syarat dan cara menggugat atau membatalkan sertifikat tanah, semoga bermanfaat. (Red)