MediaSengketa.Com – Jakarta | Jika ada kejanggalan dalam transaksi pembelian rumah segera afirmasi ke pengembang untuk minta penjelasan terkait dokumen keabsahan tanah. Jika terlambat nasib kita akan sama seperti korban yang di alami di perumahan sekitar Cileduk Tangerang SelatanĀ ini.
Setelah membuat laporan , Polisi telah menangkap pihak pengembang yang diduga menipu 23 pembeli rumah di Klaster Jasmine Residence 4, Pondok Kacang Barat, Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Orang tersebut bernama STR (40).
Penangkapan itu dilakukan usai polisi menerima laporan dari empat terduga korban penipuan. Beberapa pelapornya adalah pembeli rumah di Klaster Jasmine Residence 4.Tiap pelapor juga mewakili korban lain.
“Bahwa terjadi penipuan dan jual beli perumahan. Dan ini perkaranya sudah kita tangani, ada empat LP (laporan polisi),” ucap Sarly dalam rekaman suara, Rabu (2/2/2022).
“Pelaporannya mulai bulan Juli 2021 dan pelaku, STR (Samtari), sebenarnya sudah kita amankan pada tanggal 29 November 2021,” sambung dia.
Dari hasil pemeriksaan, Samtari merupakan pelaku tunggal. Sarly menyebutkan, Samtari menggadaikan sertifikat tanah klaster secara diam-diam untuk menutup utangnya.
Padahal, beberapa calon pembeli rumah di Jasmine Residence 4 disebut sudah membayarkan sejumlah uang untuk pembelian rumah tinggal di klaster tersebut.
Oleh kepolisian, Samtari disangkakan Pasal 378 atau 372 KUHP dengan ancaman penjara 4 tahun.
Sarly mengatakan, Samtari diduga tidak hanya menipu pembeli unit rumah di Klaster Jasmine Residence 4.
Samtari juga diduga menipu pembeli rumah di Melati Residence, Jelupang, Serpong Utara, Tangsel.
“Memang ada dua lokasi yang menjadi obyek (penipuan). Yang pertama itu di Jasmine Residence dan yang kedua di Melati Residence,” ucap Sarly.
Lokasi yang dijadikan klaster Jasmine Residence 4 merupakan tanah pribadi milik Samtari. Dia kemudian membangun klaster di sana.
Namun, kata Sarly, Samtari tak mampu menyelesaikan pembangunan klaster itu karena tidak memiliki uang yang cukup.
Samtari kemudian menggadaikan sertifikat tanah klaster Jasmine Residence 4 kepada orang lain. Dia menggadaikan sertifikat itu untuk menutup utang-utangnya.
Untuk menutup utangnya, Samtari hendak membangun klaster Melati Residence di Jelupang. Dia sudah menerima duit dari pembeli rumah di klaster itu.
Namun, tanah di Jelupang yang hendak dijadikan klaster Melati Residence bukanlah milik Samtari.
Pembeli rumah di klaster Jasmine Residence 4 dan pembeli di klaster Melati Residence kemudian melaporkan Samtari atas kasus penipuan.
Baca juga: Lansia Turut Jadi Korban Dugaan Penipuan oleh Pengembang Perumahan di Tangsel
Kerugian hampir Rp 20 miliar
Kasat Reskrim Polres Tangsel AKP Aldo Primananda Putra berujar, kerugian yang dialami korban Jasmine Residence 4 dan Melati Residence hampir menyentuh Rp 20 miliar.
Kerugian itu berdasarkan empat laporan yang dibuat para korban.
Aldo memerinci, dari empat laporan itu, tercatat ada 29 korban pembeli Melati Residence dengan kerugian Rp 13.068.000.000 (Rp 13 miliar).
Kemudian, tercatat ada 11 korban pembeli Jasmine Residence dengan kerugian Rp 6.133.875.000 (Rp 6 miliar).
Aldo menyebutkan, pihaknya siap menerima laporan dari pihak yang merasa ditipu oleh Samtari.
“Tentu kami terbuka lebar jika ada pelapor lain yang melaporkan ataupun menjadi korban pelaku STR (Samtari) ini,” ucapnya.
Tengah selidiki kreditur
Aldo mengatakan, pihaknya tengah menyelidiki kreditur yang membeli sertifikat tanah Jasmine Residence 4 dari Samtari yang berinisial W.
Penyelidikan dilakukan untuk apakah W berkaitan dengan aksi penipuan yang dilakukan Samtari.
“Sedang kami lanjutkan pemeriksaan apakah ada kaitannya atau tidak dengan kasus ini,” kata dia.
Baca juga: Pengembang di Tangsel Ditangkap Polisi Usai Diduga Gadaikan Sertifikat Tanah secara Diam-diam
Kronologi penipuan
MS (42), salah satu korban, menceritakan bahwa dirinya membeli salah satu rumah di Jasmine Residence 4 pada tahun 2018.
Rumah dibeli secara kontan dengan harga Rp 550 juta. Dia kemudian menandatangani perjanjian pengikatan jual beli (PPJB).
Samtari berjanji bahwa rumah MS akan rampung dibangun dalam waktu satu tahun.
Menurut MS, pembeli lain membeli rumah dengan harga yang relatif sama, dengan rentang Rp 550 juta hingga Rp 600 juta.
“Harganya variasi sekitar Rp 550 juta-Rp 600 juta. Nah, itu harusnya, dijanjikannya setahun pembangunan sudah jadi,” ujarnya saat dihubungi, Selasa (1/2/2022).
Namun, setahun berselang, sebanyak 21 unit rumah di klaster itu tak kunjung rampung dibangun dan para pembeli menuntut kompensasi.
Menurut MS, pengembang tak mampu membayarkan kompensasi ataupun melanjutkan pembangunan klaster.
Hingga Desember 2020, pembangunan tak kunjung selesai.
Ada sebagian rumah yang baru rampung 20 persen, ada juga yang proses pembangunannya mencapai 90 persen.
Di saat yang bersamaan, Samtari ternyata menggadaikan secara diam-diam sertifikat tanah Klaster Jasmine Residence 4 kepada seorang penadah berinisial W.
Samtari menggadaikan sertifikat itu dengan harga Rp 700 juta.
Adapun klaster tersebut berdiri di atas tanah seluas 1.450 meter persegi.
Penggadaian sertifikat tersebut baru diketahui saat para pembeli melakukan mediasi dengan pengembang dan W pada tahun 2020.
Saat mediasi, W menawarkan sertifikat tanah itu ke MS dkk dengan harga Rp 1,5 miliar atau dua kali lipat dari harga gadai.
MS dkk menolak tawaran itu dan melaporkan Samtari ke kepolisian.(red)