Spread the love

MediaSengketa.Com, JAKARTA | Sudah ribuan pengaduan kasus Sengketa Tanah yang masuk ke Gedung Wakil Rakyat. Ketua Panitia Kerja (Panja) Pemberantasan Mafia Pertanahan Komisi II DPR RI, Junimart Girsang mengungkapkan, terhitung sejak 29 Maret hingga Desember 2021 belum termasuk pengaduan awal tahun 2022, pihaknya telah menerima 4.358 aduan dari masyarakat yang meliputi sedikitnya 100 ribu lebih kasus sengketa pertanahan di Indonesia.

“Panja Mafia Tanah ini dibentuk pada 29 Maret 2021, hingga saat ini jumlah aduan dari yang diterima dari masyarakat sekitar 4.358 dan jumlah kasusnya sebanyak 100 ribu lebih,” kata Junimart .

Dari jumlah tersebut, dikatakannya, sebagian besar konflik pertanahan terdiri dari sengketa kepemilikan antara pemilik sesungguhnya dengan para mafia tanah.

Di mana hal itu diyakini terjadi akibat ulah oknum petugas hingga pejabat di lingkungan Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang memberi ruang bagi para mafia tanah untuk beraksi ala TSM (Terstruktur, Sistemik Masif).

“Paling banyak itu kasusnya yang pertama adalah kasus sengketa kepemilikan, serta kasus yang melibatkan mafia tanah. Kasus ini umumnya dalam temuan kita terjadi akibat dari ulah oknum di lingkungan BPN sendiri yang membantu memuluskan aksi dari para mafia tanah, sehingga dalam menjalankan aksinya para mafia itu terkesan sudah sangat terstruktur, sistemik dan masif,” ucapnya.

Selanjutnya, Junimart mengatakan kasus terbanyak kedua adalah sengketa legalisasi kepemilikan tanah, diungkapkannya sengketa tersebut paling banyak menciptakan konflik antara kelompok masyarakat dengan berbagai pihak.

Mulai dari pihak perusahaan swasta, badan usaha milik negara (BUMN) hingga Pemerintah Daerah (Pemda).

“Sengketa legalitas kepemilikan tanah ini paling rawan menciptakan konflik horizontal. Seperti di Surabaya saja saat ini terdapat sebanyak 500 ribu warga pemilik tanah yang legalitasnya bukan sertifikat hak milik, tetapi surat izin pemakaian tanah (SIPT) dari Pemda atau yang dikenal dengan nama “surat ijo”. Sama halnya di Sumatera Utara, Lampung dan NTB sengketa legalitas ini membenturkan masyarakat dengan perusahaan,” ujarnya.

Selain itu kasus pertanahan terbanyak lainnya, meliputi hak penguasaan tanah konflik itu terjadi antara masyarakat dengan para pemegang izin Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) serta izin penguasaan lainnya.

Ditambah lagi sengketa atas penetapan kawasan hutan di atas tanah milik masyarakat yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan (KLHK).

Masyarakat berharap para Wakil Rakyat bisa bekerja keras bersama dengan Kementerian ATR/BPN , KPK, Kejksaan Agung dan Kepolisiaan untuk memberantas Mafia Tanah yang sangat merugikan masyarakat. (red)