- Kasus Sengketa Tanah Salve Veritate Tahun 2021.
- Kasus Sengketa Tanah Pak Eko Tahun 2018
- Kasus Sengketa Tanah Markas FPI — PTPN VIII Tahun 2021
- Kasus Sengketa Tanah Alam Sutera Tahun 2020
- Kasus Tanah Keluarga Nirina Zubir
- Kasus Tanah Dino Pati Jalal
- Kasus Tanah Keluarga Toton Cs di Pondok Indah
- Kasus Tanah Keluarga Thio Saj Eng Ujung Menteng , Cakung
- Kasus Tanah Warga dengan Sarana Jaya
- Kasus Tanah PT Savere dengan Ahli Waris Meran bin Kisan
- Kasus Tanah PT Garam dengan Ahli Waris di Gresik, Jawa Timur
- Kasus Tanah Kalideres dan lain sebagainya.
- Dan lain sebagainya
Sengketa/konflik pertanahan yang terjadi di masyarakat belakangan ini muncul dalam beragam bentuk. Pihak yang terlibat dalam proses penyelesaian konflik tersebut pun tidak sedikit, baik negara maupun institusi civil society seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM). Namun, mengutip dari Repository Universitas Medan Area, proses penyelesaian sengketa acap kali menemui jalan buntu sehingga menjadikan konflik berlarut-larut.
Sumber konflik/sengketa dapat timbul karena adanya perbedaan/benturan nilai (kultural), perbedaan tafsir mengenai informasi, data atau gambaran objektif kondisi pertanahan setempat (teknis), atau perbedaan /benturan kepentingan ekonomi yang terlihat pada kesenjangan struktur pemilikan dan penguasaan tanah.
Bahkan, Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyebutkan selama kurun waktu 2018 hingga tahun 2020, telah menangani 185 kasus pertanahan yang terindikasi adanya mafia tanah. Bentuk kasus yang terindikasi mafia tanah beragam. Misalnya memalsukan dokumen, memalsukan surat keterangan tanah, merubah batas tanah dan lainnya.
Menghadapi hal tersebut, Anda sebaiknya tidak sembarang memberikan sertifikat tanah miliknya kepada orang lain. Pun juga ketika ingin melakukan jual beli tanah, agar menggunakan notaris dan/atau PPAT yang benar.
Hal ini untuk mencegah pemalsuan sertifikat dan mencegah tidak terperangkap dalam mafia tanah.
Setidaknya ada lima contoh kasus sengketa tanah dan penyelesaiannya yang akan dibahas pada artikel di bawah ini.
1. Kasus Sengketa Tanah Matoa Tahun 2021
Sengketa ini berawal dari masa perjanjian kerjasama yang terhitung habis pada 18 Maret 2021 dan gugatan tentang pelanggaran kerjasama yang dilayangkan oleh PT Saranagraha Adisentosa ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Maret 2021. Jika merujuk dari Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 470/KMK.01/1994 tanggal 20 September 1994 yang mengatur kerja sama menggunakan format bangun, operasi dan serahkan atau BOT. Dalam amandemen tersebut, disebutkan bahwa kerjasama berlangsung pada 18 Maret 1996 hingga 18 Maret 2021 dan akan diperpanjang selama 5 tahun sejak berakhirnya perjanjian yang dimaksud.
Perjanjian kerjasama tersebut dinilai telah habis dan tidak adanya izin dari Menteri Keuangan menurut Dispenau menjadi alasan bagi PT Saranagraha untuk berhenti memanfaatkan lahan Matoa. Selain itu, lahan ini juga disebutkan akan digunakan untuk keperluan pertahan negara. Hingga kini penertiban aset Barang Milik Negara (BMN) merupakan langkah lanjutan dari kasus sengketa ini telah dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU).
2. Kasus Sengketa Tanah Salve Veritate Tahun 2021
Perkara kasus mafia tanah ini bermodus mal-administrasi penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 4931/Cakung Barat atas nama Abdul Halim, di Cakung, Jakarta Timur, dengan tanah seluas 7,78 hektar.Awalnya, PT Salve Veritate yang merupakan pemilik lahan kaget dan tidak terima ketika tanahnya menjadi obyek sengketa karena diakui oleh orang lain.Tanah milik PT Salve Veritate sejumlah 38 bidang dengan total luas 77.582 meter persegi yang terletak di Kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur, itu berstatus Hak Guna Bangunan (HGB).
Menindaklanjuti laporan kuasa hukum, akhirnya Kementerian ATR/BPN memeriksa kelengkapan dokumen tanah yang semula atas nama PT Salve Veritate tersebut. Setelah dilakukan pengecekan, Sertifikat HGB PT Salve Veritate tidak ditemukan hal-hal yang membuat tim pemeriksa yakin bahwa proses penerbitan sertifikat sebagaimana tersebut di atas tidak sesuai dengan prosedur.
3. Kasus Sengketa Tanah Pak Eko Tahun 2018
Beberapa waktu belakangan ramai soal fenomena menutup rumah tetangga dengan tembok karena sengketa lahan yang salah satunya terjadi di Ciledug, Tangerang. Namun, ternyata ada kasus serupa pernah beberapa kali terjadi sebelumnya yang sempat membuat heboh dan viral di media sosial. Selain itu, berhasil memicu keributan warga hingga mengadu ke pejabat negara.
Kasus yang dialami oleh Pak Eko mencuat pada 2018 akibat sengketa lahan di Kampung Sukagalih, RT 5 RW 6, Kelurahan Pasirjati, Ujungberung, Bandung. Rumah yang dijadikan kontrakan milik Eko Purnomo sejak 2016 terblokade bangunan lain sehingga tidak memiliki akses jalan. Eko berupaya mengadukan masalah ini ke Presiden Jokowi dan Ridwan Kamil yang saat itu menjabat wali kota Bandung.
Kasus makin berlarut meskipun tetangga Eko, yang merupakan ahli waris pemilik bangunan bersedia menghibahkan sebagian lahannya untuk menjadi jalan. Hibah yang diberikan seluas 1×6 meter persegi. Namun, menurut Eko, jalan 1×6 meter itu sudah diatur di sertifikat tanah miliknya.
4. Kasus Sengketa Tanah Markas FPI – PTPN VIII Tahun 2021
Laporan PTPN VIII telah teregister dengan nomor: LP/B/0041/I/2021/Bareskrim tertanggal 22 Januari 2021, dengan terlapor Muhammad Rizieq Shihab selaku ulama. Dalam kasus sengketa tanah dengan PT Perkebunan Nasional (PTPN) VIII di Megamendung, Jawa Barat, Rizieq diduga menggunakan lahan tanpa izin untuk Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah.
Badan Reserse Kriminal Polri mengklaim telah memeriksa seluruh pihak terlapor dan pelapor sudah dilakukan klarifikasi. Kasus masih penyelidikan. Selain itu, penyidik juga masih melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi. Serta, pendalaman terhadap beberapa dokumen.
5. Kasus Sengketa Tanah Alam Sutera Tahun 2020
Berawal dari tersangka berinisial D berpura-pura berseteru dengan tersangka M atas tanah 45 hektare di Alam Sutera. Pada April 2020, D menggugat M secara perdata mengenai kepemilikan lahan itu. Padahal di atas lahan sudah ada warga dan perusahaan yang menempatinya. Pada Mei 2020, M dan D kemudian bersekongkol untuk berdamai dan melakukan mediasi atas kasus sengketa tanah itu. Setelah terjadi kesepakatan damai, pada Juli 2020 komplotan mafia tanah itu mengajukan eksekusi lahan ke pihak Pengadilan.
Hal ini sontak mendapat perlawanan dari warga dan perusahaan yang melapor ke Polres Metro Tangerang Kota. Dari hasil penyelidikan, berkas klaim kepemilikan atas lahan 45 hektare itu ternyata palsu. Keduanya bahkan menyertakan berkas tersebut ke Pengadilan untuk saling gugat. Para tersangka saat ini dijerat dengan Pasal 263 dan 266 KUHP tentang pemalsuan dokumen dengan ancaman 7 tahun penjara.
Agar tidak terjebak dalam sengketa tanah, lebih baik membeli properti yang jelas kepemilikan dan sudah dicek melalui BPN. Misalnya hunian di Alam Sutera mulai Rp1 miliar yang dikelola oleh developer kredibel dan terpercaya.
Klasifikasi Sengketa dan Konflik Tanah
Kasus pertanahan merupakan sengketa, konflik, atau perkara tanah yang disampaikan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang /Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, kantor pertanahan sesuai kewenangannya untuk mendapatkan penanganan dan penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jika kasus Anda belum sampai ke lembaga peradilan, maka kasus tersebut dapat dikategorikan sebagai sengketa atau konflik pertanahan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 21/2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan, kasus pertanahan dibedakan menjadi tiga klasifikasi. Berikut lebih jelasnya.
1. Sengketa Pertanahan
Merupakan perselisihan tanah antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas.
2. Konflik Pertanahan
Konflik pertanahan, yakni perselisihan tanah antara orang perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum, atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas.
3. Perkara Pertanahan
Perkara ini adalah perselisihan tanah yang penanganan dan penyelesaiannya melalui lembaga peradilan. Sengketa dan konflik tanah juga masih digolongkan ke dalam 3 klasifikasi.
- Diantaranya, kasus berat, yang melibatkan banyak pihak, mempunyai dimensi hukum yang kompleks, dan/atau berpotensi menimbulkan gejolak sosial, ekonomi, politik dan keamanan.
- Kasus sedang, meliputi antar pihak yang dimensi hukum dan/atau administrasinya cukup jelas yang jika ditetapkan penyelesaiannya melalui pendekatan hukum dan administrasi tidak menimbulkan gejolak sosial, ekonomi, politik dan keamanan.
- Kasus ringan, yakni pengaduan atau permohonan petunjuk yang sifatnya teknis administratif dan penyelesaiannya cukup dengan surat petunjuk penyelesaian ke pengadu atau pemohon.
Cara Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan
Penyelesaian kasus pertanahan juga dapat diselesaikan melalui mediasi. Jika mediasi tercapai kesepakatan perdamaian, dituangkan dalam akta perdamaian dan didaftarkan para pihak di Pengadilan Negeri wilayah hukum letak tanah yang jadi objek kasus untuk memperoleh putusan perdamaian. Jika mediasi gagal, selanjutnya diambil keputusan penyelesaian kasus. Khusus untuk sengketa dan konflik dengan kasus sedang atau ringan, penanganannya dapat dilakukan tanpa melalui semua tahapan yang telah diatur dalam Permen ATR/Kepala BPN 21/2020.
Dalam permen tersebut, telah mengatur secara lengkap tahapan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan secara berurutan melalui tahapan:
- Pengkajian kasus yang dilakukan untuk memudahkan kasus yang ditangani dan dituangkan dalam bentuk telaahan staf yang memuat mulai dari pokok permasalahan (subjek yang bersengketa, keberatan atau tuntutan pihak pengadu, letak, luas dan status objek kasus) hingga menentukan target dan waktu penyelesaian.
- Gelar awal yang digunakan sebagai dasar untuk menyiapkan kertas kerja penelitian sebagai dasar melaksanakan penelitian.
- Penelitian, yakni proses mencari, mendalami, mengembangkan, menemukan, dan menguji data dan/atau bahan keterangan yang dibutuhkan untuk membuat terang suatu kasus. Hasil penelitian dituangkan dalam bentuk laporan hingga saran tindak lanjut penyelesaian.
- Ekspos hasil penelitian untuk menyampaikan data/bahan keterangan yang menjelaskan status hukum produk hukum maupun posisi hukum masing-masing pihak. Jika ekspos hasil penelitian menyimpulkan masih diperlukan data, bahan keterangan dan/atau rapat koordinasi dengan instansi atau lembaga terkait untuk mengambil keputusan atau diperlukan langkah mediasi untuk penyelesaian kasus.
- Rapat koordinasi yakni pertemuan yang dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN, Kanwil BPN, kantor pertanahan sesuai kewenangannya dengan instansi terkait dalam rangka integrasi, sinkronisasi penanganan dan/atau penyelesaian kasus.Rapat koordinasi menghasilkan kesimpulan berupa penyelesaian kasus atau rekomendasi/petunjuk masih diperlukan data atau bahan keterangan tambahan untuk sampai pada kesimpulan penyelesaian kasus.
- Gelar akhir dilakukan jika ekspos hasil penelitian menyimpulkan telah terdapat cukup data dan dasar untuk mengambil keputusan untuk mengambil keputusan penyelesaian kasus yang akan dilakukan oleh Menteri, Kepala Kanwil, atau Kepala Kantor Pertanahan.
- Penyelesaian kasus merupakan keputusan yang diambil atas kasus sebagai tindak lanjut dari penanganan yang dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN, Kanwil BPN, kantor pertanahan sesuai kewenangannya. (Aeng)